Beranda | Artikel
Beberapa Ketentuan Terkait Hadiah
Selasa, 1 April 2014

Pertama, di antara etika yang diajarkan oleh Islam adalah apa yang terdapat dalam hadis,

من صنع إليكم معروفاً فكافئوه

“Siapa saja yang berbuat baik kepada kalian maka balaslah.” (HR Abu Daud, shahih).

Maka jika ada orang lain yang berbuat baik kepada kita, kita dianjurkan untuk membalas kebaikannya.
Menerima hadiah hukumnya itu tidak mengapa, Nabi bersabda,

تهادوا تحابوا

“Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya akan terwujud kedekatan hati diantara kalian.” (HR Bukhari dalam Al Adab al Mufrod, hasan).

Kedua, tidak diperkenankan bagi orang yang memberi hadiah untuk berharap agar mendapatkan timbal balik yang lebih besar dibandingkan nilai barang yang dia hadiahkan. Harapan semacam ini adalah harapan yang tidak dibenarkan oleh syariat. Inilah makna firman Allah,

ولا تمنن تستكثر

“Janganlah engkau memberi karena ini mendapatkan yang lebih banyak.” (QS al Muddatsir: 6).

Maksudnya janganlah Anda memberikan pemberian kepada orang lain karena harapan ingin mendapatkan timbal balik yang lebih besar.

Jika ada orang yang memberikan hadiah kepada Anda, maka terimalah pemberiannya. Anda tidak perlu beranggapan bahwa hadiah tersebut seolah-olah utang yang harus Anda bayar dengan memberikan timbal balik kepadanya.

Hal ini dikarenakan tidak diperbolehkan bagi orang yang memberikan hadiah atau pemberian untuk memiliki niat mengharapkan mendapatkan timbal balik yang lebih banyak dari nilai hadiah yang telah dikeluarkan.

Di antara mitos yang berkembang di tengah masyarakat adalah hadiah itu tidak boleh dihadiahkan atau diberikan kepada orang lain, namun harus dimanfaatkan oleh orang yang diberi hadiah. Ini adalah anggapan yang tidak benar. Dengan hadiah hak kepemilikan telah berpindah secara syariat sehingga orang yang diberi hadiah itu boleh melakukan tindakan apapun atas barang atau harta yang telah sah menjadi miliknya.

Ketiga, hadiah itu tergolong transaksi sosial alias non profit bukan transaksi profit. Orang yang diberi hadiah itu boleh menerima hadiah sebagaimana dia boleh menolaknya.

Hak kepemilikan benda yang dihadiahkan itu berpindah dengan adanya serah terima. Jika telah terjadi serah terima, maka hadiah tersebut tidak boleh ditarik kembali. Tolok ukur terjadinya serah terima adalah urf (baca: tradisi masyarakat setempat).

Jika orang yang diberi hadiah mengucapkan kalimat terima kasih misalnya, maka benda yang dihadiahkan itu telah sah menjadi milik, halal orang yang diberi hadiah dan tidak boleh ditarik kembali oleh pemberi hadiah. Seandainya istri tersenyum setelah diberi sesuatu oleh suaminya, maka maknanya dia telah menerima hadiah sehingga suami tidak boleh menarik kembali pemberiannya.

Dengan adanya serah terima, maka orang yang diberi hadiah memiliki hadiah yang diberikan kepadanya. Hak kepemilikan dalam hadiah itu belum berpindah selama belum ada serah terima.

Tidak boleh menarik kembali pemberian kecuali pemberian ayah kepada anaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه، إلا الوالد لولده

“Orang yang menarik kembali hadiahnya itu bagaikan anjing yang menjilati kembali muntahannya kecuali pemberian ayah kepada anaknya.” (HR Nasai, shahih).

Ibnu Qoin dan selainnya mengatakan bahwa ketentuan ini hanya berlaku untuk ayah dan tidak berlaku untuk ibu. Ayah boleh menarik kembali pemberiannya sedangkan ibu tidak boleh menarik kembali pemberiannya. Walid dalam hadis di atas kita maknai dengan ayah tidak kita artikan dengan orang tua, mengingat Nabi secara khusus menyebutkan ‘ayah’ dan ayah itu memiliki hak kepemilikan atas harta anaknya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

أنت ومالك لأبيك

“Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu.” (HR Ibnu Majah, shahih).

Sehingga jika seorang ayah menarik kembali hadiah yang dia berikan kepada anaknya maka pada hakikatnya dia mengambil apa yang menjadi hak miliknya. (Fatwa Syaikh Masyhur Hasan al Salman no 289).

Artikel www.PengusahaMuslim.com

=========================

Ingin jadi pengusaha muslim yang sukses dunia akhirat? Bergabunglah di milis Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia. Anda dapat memperkenalkan diri, bertukar pengalaman, berkonsultasi, bertukar informasi dan bekerjasama dengan Anggota milis lainnnya.

Cara untuk menjadi Anggota Milis

Buka http://finance.groups.yahoo.com/group/pengusaha-muslim/join untuk mendaftar sekarang.

Atau kirim email kosong ke: [email protected]

Untuk bertanya dan berdiskusi di milis, silakan kirim pertanyaan ke: [email protected]

Email Konfirmasi Pendataan Anggota

Setelah mendaftar, Anda harus mengisi formulir pendataan anggota yang akan kami kirimkan melalui email, selanjutnya reply email tersebut agar kami dapat memproses keanggotaan Anda.

Tujuan pendataan ini adalah agar terbentuk komunitas yang berkualitas dan terjaga dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Perhatian:

Periksalah folder BULK/SPAM karena boleh jadi email yang berisi formulir tersebut masuk ke dalam folder BULK/SPAM.

Syarat Menjadi Anggota Milis:

1. Beragama Islam.
2. Mengikuti peraturan dan tata tertib milis ini.

MILIS PM-FATWA

Untuk bertanya tentang hukum perdagangan, silakan bergabung di milis pm-fatwa.

Untuk Bergabung, kirim email kosong ke: [email protected]
Untuk bertanya, kirim pertanyaan ke: [email protected]


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3007-beberapa-ketentuan-terkait-1596.html